Humanisasi Teknologi untuk Survival Kit Pandemi
Pandemi Covid-19 telah mengantarkan manusia menuju titik terendah dari eksistensinya di muka bumi. Kemanusiaan diletakkan di ujung tanduk dengan adanya krisis di atas krisis. Belum selesai dengan berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, pemanasan global, dan konflik di area perang, masyarakat global dilanda dengan satu lagi masalah besar pengalih perhatian: makhluk kasatmata yang mengancam miliaran nyawa, SARS-CoV-2. Makin banyak orang jatuh ke bawah garis kemiskinan, makin banyak pula derita yang muncul ke permukaan. Mereka yang tak cepat beradaptasi pun harus tereliminasi. Ini bukanlah film apokalips, bukan pula simulasi zombie, melainkan realitas dunia yang kita hadapi saat ini.
Jika kita berkilas balik menelusuri sejarah peradaban manusia, kita dapat menyimpulkan bahwa pandemi ini bukanlah permasalahan baru. Manusia telah hidup selama ratusan ribu tahun menghadapi ratusan ribu tantangan bervariasi. Selama jangka waktu tersebut, manusia berambisi untuk menjinakkan kerasnya alam agar tetap dapat bertahan, bereproduksi, dan melestarikan gennya. Kita telah melihat bagaimana ambisi berhasil membawa manusia yang lemah dan tak berdaya merangkak naik menuju puncak rantai makanan. Kita telah melihat bagaimana ambisi berhasil membawa manusia untuk terbang tinggi mengeksplorasi angkasa terluar, menyelam menuju lautan dingin terdalam, hingga meneliti atom dan jagat raya untuk menguak misteri yang tersimpan pada kehidupan. Hal yang sama membuat manusia bersuara dengan lantang untuk mendeklarasikan tujuan satu dekade ke depan, sustainable development goals (SGDs), yang berisi tujuh belas target perkembangan berkelanjutan. Melalui sustainable development goals, tertanam mimpi kita untuk mewujudkan kehidupan sejahtera tanpa kemiskinan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, sanitasi buruk, dan kerusakan lingkungan. Inilah peta panduan kemanusiaan di masa mendatang; representasi dari kehidupan beperikemanusiaan yang seimbang dengan alam.
Lantas, di tengah-tengah keterpurukan, bisakah mimpi-mimpi kita tetap diperjuangkan? Di manakah tempat untuk mendapatkan secercah harapan? Tak ada lagi tanda-tanda harapan di bangku kelas yang kini berdebu ataupun muka jalan yang kini remang-remang. Harapan itu muncul dari pintu-pintu rumah yang tertutup rapat, identitas yang tersamarkan oleh sehelai-dua helai masker yang membaluti wajah, dan aspek paling berharga dari sains dan kognitif manusia: teknologi.
Teknologi merupakan suatu solusi terintegrasi yang tidak hanya mengakselerasi berakhirnya pandemi, tetapi juga menghidupkan tujuh belas poin sustainable development goals, tujuan kemanusiaan dalam sepuluh tahun ke depan. Kita tidak ingin sekadar keluar dari krisis, tetapi kita ingin keluar dari krisis sebagai pemenang. Tentu, suatu saat nanti, pandemi Covid-19 akan terlewati. Akan tetapi, pertanyaannya, berapa banyak dari kita yang saat ini masih bernapas lega dapat bertahan hingga titik akhir dari krisis ini? Kita tidak ingin mengakhiri pandemi dengan resesi ekonomi global, keruntuhan fasilitas kesehatan, dan penurunan kualitas pendidikan. Misi kita adalah untuk menjadikan keberhasilan sebagai penanda akhir pandemi dan awal dari kehidupan yang lebih baik, dan teknologi hadir sebagai survival kit kita.
Dalam waktu relatif singkat, keadaan gawat darurat menggebrak perkembangan teknologi menuju inovasi-inovasi tak terbatas. Kita telah melihat bagaimana manusia berkolaborasi untuk memproduksi vaksin Covid-19 dengan efikasi hingga 90% hanya dalam sepuluh bulan, 1200% lebih cepat daripada durasi waktu yang dibutuhkan pada umumnya, yaitu sepuluh tahun. Proteksi berupa vaksin ini mungkin tidak kita dapatkan setahun yang lalu, tetapi kini, per 5 Agustus 2021, setidaknya satu dari 3,75 penduduk Indonesia telah menerima dosis vaksin Covid-19. Dengan vaksinasi, artinya kita berpeluang 50% lebih rendah untuk terjangkit SARS-CoV-2. Artinya, lebih banyak jiwa berpeluang untuk kebal dari virus, lebih banyak paru-paru berpeluang untuk bernapas bebas, dan lebih banyak nyawa berpeluang untuk diselamatkan.
Dunia tanpa Covid-19 tak akan mengenal inovasi seperti robot dan artificial intelligence (AI) dengan layanan telehealth yang menawarkan layanan kesehatan jarak jauh, memberikan kesempatan bagi tiap orang untuk mendapatkan kemudahan perawatan medis tanpa harus mengantre berdesak-desakan di pusat kesehatan yang makin kolaps. Dunia tanpa Covid-19 juga tak akan mengenal kehidupan virtual yang memungkinkan tatap muka tak lagi terjadi di sekolah, kantor, pasar, pusat perbelanjaan, ataupun taman, melainkan di dalam jejaring digital yang tak mengenal batasan jarak, internet. Dengan berbekal perangkat, internet menjadikan segala aspek kehidupan kita tetap dinamis di tengah-tengah keterbatasan ruang gerak. Kita bangun memulai hari dengan ponsel yang terhubung dengan internet di genggaman jari: entah untuk mengecek notifikasi, berkabar dengan kawan, ataupun membaca artikel singkat sebagai suplemen pagi. Internet lagi-lagi hadir pada siang hari ketika kita melakukan pertemuan organisasi dan mengikuti kelas melalui platform konferensi video. Yang kita lihat bukan lagi wajah para makhluk tiga dimensi, melainkan representasi dua dimensi dari wajah-wajah yang terpikselisasi. Pada malam hari, kita disuguhkan berbagai pilihan hiburan untuk menemani waktu luang yang kita miliki: dari interaksi media sosial, layanan pesan antar makanan, hingga aplikasi streaming film. Internet menyambung hubungan sosial, memberikan suntikan dopamin secara cuma-cuma, dan menjadikan kita tetap waras sepanjang hari, di tengah luapan berbagai kabar yang menjenuhkan diri.
Dunia dengan Covid-19 menjadikan kebutuhan manusia sebagai pusat digitalisasi. Percepatan perkembangan teknologi bergerak selaras dengan harapan umat manusia untuk bangkit dari krisis multiaspek yang sedang melanda bumi. Tujuan berbagai inovasi yang hadir saat ini tidaklah muluk-muluk: menjaga manusia tetap hidup dengan cara mengoptimalkan tingkat keselamatan manusia dari berbagai sisi, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, hingga sosial. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, manusia bersinergi untuk mengembangkan teknologi yang menghangatkan jiwa dan memanusiakan manusia. Kita berbicara tentang luapan emosi yang timbul ketika mendapatkan video call dari kerabat yang tak dapat secara langsung kita temui, kelegaan yang timbul dari memesan obat online saat isolasi mandiri, dan rasa aman setelah menerima vaksinasi. Kita tak lagi berbicara tentang teknologi yang katanya merusak dan membentuk manusia sebagai makhluk statis dan tak berperasaan — kita berbicara tentang teknologi yang membawakan empati, kedekatan, dan harapan.
Pandemi Covid-19 menyorot nilai kemanusiaan pada diri kita; bahwa dengan seluruh ambisi kita untuk menatap ke atas, mewujudkan masa depan futuristik, dan menguasai bumi, kita masih perlu berjuang habis-habisan untuk mengalahkan SARS-CoV-2, makhluk mikro yang bahkan tidak sepenuhnya hidup. Melalui kesulitan yang kita hadapi bersama, teknologi mendekat pada harapan mendasar dan universal manusia untuk menghirup setidaknya satu lagi molekul oksigen dan menjalani setidaknya satu hari lagi di muka bumi.
Mungkin saat ini, mimpi kita tidak lagi tersimpan pada suatu tempat yang penuh akan hamparan bintang di luar angkasa. Mimpi kita tersembunyi di suatu tempat pada masa depan, sebuah titik dalam linimasa sejarah di mana akhirnya kita dapat bernapas lebih lega. Sebuah masa depan cerah di mana akhirnya kita dapat berpegang pada optimisme untuk kembali bermimpi mengeksplorasi luar angkasa dan meneranginya. Kita sedang bergerak menuju mimpi itu. Bukan masa depan berbasis teknologi tanpa emosi yang akan kita hadapi, melainkan masa depan yang dibangun oleh kita, Homo sapiens, para manusia bijak.
Bagaimana cara kita untuk memprediksikan masa depan manusia? Tidak ada cara pasti untuk melakukan hal tersebut. Seperti yang dikatakan oleh seorang jurnalis Inggris, Jane Garvey, paths to the future are not found, they’re made. Ungkapan memprediksikan masa depan mengindikasikan ketidakpastian yang secara tidak langsung berkontradiksi dengan fakta bahwa masa depan umat manusia berada pada tangan mereka sendiri. Kita tidak memprediksikan masa depan, tetapi kita memproyeksikannya. Masa depan ditentukan melalui cara kita untuk menerapkan protokol kesehatan pada hari ini. Masa depan ditentukan melalui pilihan kita untuk mempercayai atau tidak mempercayai sains dan teknologi dalam menghadapi pandemi. Inilah bongkahan-bongkahan kecil puzzle yang perlahan tetapi pasti akan memberikan petunjuk terhadap nasib kita di masa depan.
Dalam saat-saat tergelap sekalipun, kita tetap bisa berinovasi dan berkembang. Kita menggerakan kekuatan akal budi melalui teknologi, membuat segala hal yang awalnya terlihat tak mungkin, menjadi mungkin. Dengan segala sumber daya yang kita miliki, tidak ada keraguan bahwa segala permasalahan yang terjadi saat ini bisa diatasi. Tidak mustahil bagi manusia untuk mengakhiri pandemi dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik atau sistem kesehatan yang lebih tangguh. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa teknologi merupakan survival kit yang takkan berarti jika kita tidak menanamkan komitmen dan kepercayaan bersama. Kuncinya ada pada humanisme kita — sudahkah kita mempercayai satu sama lain? Seberapa jauh tingkat kooperasi kita untuk melindungi satu sama lain? Pandemi ini akan menguji solidaritas dan kekuatan miliaran umat manusia dengan segala keragamannya, tetapi ketahuilah, ketika kita berhasil meraihnya, titik akhir dari krisis ini akan segera kita temui. Gerbang menuju dunia yang baru akan terbuka, peradaban manusia akan terus berlanjut, dan mimpi terhadap kehidupan yang sejahtera sesuai dengan sustainable development goals akan terlukiskan dalam realitas.
Referensi
Ellyatt, H. (2021, April 28). One dose of a Covid vaccine can almost halve transmission, study finds. CNBC. https://www.google.com/amp/s/www.cnbc.com/amp/2021/04/28/coronavirus-single-dose-of-vaccine-can-almost-halve-transmission.html
Ritchie, H. (2020, March 5). Coronavirus (COVID-19) Vaccinations - Statistics and Research. Our World in Data. https://ourworldindata.org/covid-vaccinations?country=OWID_WRL
Solis-Moreira, J. (2020, December 15). How did we develop a COVID-19 vaccine so quickly? Medical News Today. https://www.medicalnewstoday.com/articles/how-did-we-develop-a-covid-19-vaccine-so-quickly